OBAT TBC

10 Mei 2010

Tuberkulosis (TBC) dapat menyerang berbagai organ tubuh tetapi yang akan dibahas adalah obat TBC untuk paru-paru. Tujuan pengobatan TBC ialah memusnahkan basil tuberkulosis dengan cepat dan mencegah kambuh. Idealnya pengobatan dengan obat TBC dapat menghasilkan pemeriksaan sputum negatif baik pada uji dahak maupun biakan kuman dan hasil ini tetap negatif selamanya.

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

* Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
* Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.

Meskipun demikian, pengobatan TBC paru-paru hampir selalu menggunakan tiga obat yaitu INH, rifampisin dan pirazinamid pada bulan pertama selama tidak ada resistensi terhadap satu atau lebih obat TBC primer ini.

  • Isoniazid

Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang disingkat dengan INH. Isoniazid secara in vitro bersifat tuberkulostatik (menahan perkembangan bakteri) dan tuberkulosid (membunuh bakteri).

Mekanisme kerja isoniazid memiliki efek pada lemak, biosintesis asam nukleat,dan glikolisis. Efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium. Isoniazid menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan jumlah lemak yang terekstrasi oleh metanol dari mikobakterium.

Isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral. Kadar puncak diperoleh dalam waktu 1–2 jam setelah pemberian oral. Di hati, isoniazid mengalami asetilasi dan pada manusia kecepatan metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik yang secara bermakna mempengaruhi kadar obat dalam plasma. Namun, perbedaan ini tidak berpengaruh pada efektivitas dan atau toksisitas isoniazid bila obat ini diberikan setiap hari.
Efek samping

Mual, muntah, anoreksia, letih, malaise, lemah, gangguan saluran pencernaan lain, neuritis perifer (paling sering terjadi dengan dosis 5mg/kgBB/hari), neuritis optikus, reaksi hipersensitivitas, demam, ruam, ikterus, diskrasia darah, psikosis, kejang, sakit kepala, mengantuk, pusing, mulut kering, gangguan BAK, kekurangan vitamin B6, penyakit pellara, hiperglikemia, asidosis metabolik, ginekomastia, gejala reumatik, gejala mirip Systemic Lupus Erythematosus.
Resistensi

Resistensi masih merupakan persoalan dan tantangan. Pengobatan TBC dilakukan dengan beberapa kombinasi obat karena penggunaan obat tunggal akan cepat dan mudah terjadi resistensi. Disamping itu, resistensi terjadi akibat kurangnya kepatuhan pasien dalam meminum obat. Waktu terapi yang cukup lama yaitu antara 6–9 bulan sehingga pasien banyak yang tidak patuh minum obatselama menjalani terapi.

Isoniazid masih merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua tipe TBC. Efek sampingnya dapat menimbulkan anemia dan yang paling sering neuritis perifer sehingga dianjurkan juga untuk mengkonsumsi vitamin penambah darah seperti piridoksin (vitamin B6), juga untuk mengurangi insidensi terjadinya neuritis perifer.

Sediaan dan posologi

Isoniazid terdapat dalam bentuk tablet 50,100,300 dan 400 mg serta sirup 10mg/mL. Dalam tablet kadang-kadang telah ditambahkan vit B6.

biasanya diberikan dalam dosis tunggal per orang tiap hari. Dosis biasa 5 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari. Untuk TB berat dapat diberikan 10 mg/kgB, maksimumnya 600 mg/hari.

Anak dibawah 4 tahun dosisnya 10 mg/kgBB/hari. Isoniazid juga dapat diberikan secara intermiten 2 kali seminggu dengan dosis 5 mg/kgBB/hari. Piridoksin diberikan dengan dosis 10 mg/hari

  • Rifampisin

Rifampisin adalah derivat semi-sintetik rifamisin B yaitu salah satu anggota kelompok antibiotik makrosiklik yang disebut rifamisin. kelompok zat ini dihasilkan oleh Streptomyces mediterranei. obat ini merupakan ion zwitter, larut dalam pelarut organik dan air yang pH-nya asam.

Rifampisin terutama aktif terhadap sel yang sedang bertumbuh. Kerjanya menghambat DNA-dependent RNA polymerase dari mikrobakteria dan mikroorganisme lain dengan menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan) rantai dalam sintesis RNA. inti RNA polymerase dari berbagai sel eukariotik tidak mengikat rifampisin dan sintesis RNAnya tidak dipengaruhi. Rifampisin dapat menghambat sintesis RNA mitokondria mamalia tetapi diperlukan kadar yang lebih tinggi dari kadar untuk penghambatan pada kuman.

Pemberian rifampisin per oral menghasilkan kadar puncak dalam plasma setelah 2-4 jam. setelah diserap dari saluran cerna obat ini cepat dieksresi melalui empedu dan kemudian mengalami sirkulasi entero hepatik. Penyerapannya dihambat oleh adanya makanan, sehingga dalam waktu 6 jam hampir semua obat yang berada dalam empedu berbentuk deasetil rifampisin, yang mempunyai aktivitas antibakteri penuh.

Efek samping

Rifampisin jarang menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Yang paling sering ialah ruam kulit, demam, mual dan muntah. Pada pemberian berselang dengan dosis lebih besar sering terjadi Flu Like Syndrom, Nefritis Intertitial, Nekrosis Tubular Akut, dan Trombositopenia.

Yang menjadi masalah ialah ikterus. Ada 16 kematian dari 500.000 pasien yang diobati yang dihubungkan dengan reaksi ini. Hepatitis jarang terjadi pada pasien dengan fungsi hepar normal. Pada pasien penyakit hati kronik, alkoholisme, dan usia lanjut, insidensi ikterus bertambah. Pemberian rifampisin intermiten (kurang dari 2x seminggu) dihubungkan dengan timbulnya sindrom hepatorenal. SGOT dan aktivitas fosfatase alkali yang meningkat akan menurun kembali bila pengobatan di hentikan.

Sediaan dan posologi

Rifampisin di Indonesia terdapat dalam kapsul 150 mg dan 300 mg. Selain itu terdapat pula tablet 450 mg dan 600 mg serta suspensi yang mengandung 100 mg/5 mL rifampisin.

obat ini biasanya diberikan sehari sekali sebaiknya 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Dosis untuk orang dewasa dengan berat badan kurang dari 50 kg ialah 400 mg/hari dan untuk berat badan lebih dari 50 kg ialah 60 mg/hari. Untuk anak-anak dosisnya 10-20 mg/kgB/hari dengan dosisi maksimum 600 mg/hari

  • Pirazinamid

Pirazinamid adalah analog nikotinamid yang telah dibuat sintetiknya. Obat ini tidak larut dalam air. Pirazinamid di dalam tubuh di hidrolisis oleh enzim pirazinamidase menjadi asam pirazinoat yang aktif sebagai tuberkulostatik hanya pada media yang bersifat asam.

Pirazinamid mudah diserap diusus dan tersebar luas keseluruh tubuh. Ekskresinya terutama melalui filtrasi glomerulus.

Efek samping

Yang paling umum dan serius adalah kelainan hati. Gejala pertama adalah peningkatan SGOT dan SGPT. oleh karena itu hendaknya dilakukan pemeriksaan fungsi hati sebelum pengobatan dengan pirazinamid dimulai dan pemantauan terhadap transaminase serum dilakukan secara berkala selama pengobatan berlangsung. Jika jelas timbul kerusakan hati, terapi dengan pirazinamid harus dihentika.

Sediaan dan posologi

Pirazinamid terdapat dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis oral ialah 20-35 mg/kgBB sehari (maksimum 3 gram)

  • Etambutol

Hampir semua galur M.Tuberculosis sensitif terhadap etambutol.

kerjanya menghambat sintesis metabolit sel, sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati. karena itu obat ini hanya aktif terhadap sel yang bertumbuh dengan khasiat tuberkulostatik.

pemberian oral etambutol diserap dari saluran pencernaan. kadar puncaknya mencapai waktu 2-4 jam setelah pemberian. etambutol tidak dapat menembus sawar darah otak, tetapi pada meningitis tuberculosa dapat ditemukan kadar terapi dalam cairan otak.

Efek samping

Yang paling penting adalah gangguan pengelihatan, biasanya bilateral, yang merupakan neuritis retrobulbar yaitu berupa turunnya tajam pengelihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna, mengecilnya lapang pandang dan skotoma sentral maupun lateral. efek samping bersifat reversibel.

Sediaan dan posologi

Di Indonesia etambutol terdapat dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis biasanya 15 mg/kgBB, diberikan sekali sehari.

Perhatian:

* Obat TBC di minum minimal selama 6 bulan berturut-turut, berdasarkan resep dokter dan harus sesuai dengan dosisnya.
* Penghentian penggunaan obat TBC harus dilakukan atas seizin dokter.

  1. 16 Oktober 2010 pukul 16:37

    Info yang bagus mengenai TBC, kalau boleh saya repost di http://tbdotsbatam.blogspot.com, sebagai informasi pengobatan TBC Gratis di wilayah Batam & sekitarnya, hasil kerjasama dengan RSIA Nurudinniyah Batam

  2. 29 November 2010 pukul 09:17

    aq minta dasar pemeriksaan sediiaan bacteriologi slide yang sempurna , kruterianya apa saja. makasih pembuatan sediaan aq sdh bisa. smak 1998

  3. 29 November 2010 pukul 09:18

    mksh.

  4. ria
    13 Mei 2011 pukul 18:27

    terimakasih atas infonya.. membantu sy dlm m’bad tgs,,
    boleh taw..
    mengapa obat TBC dmnum sebelum makan ??

  1. No trackbacks yet.
Komentar ditutup.